Menolong orang lain dan menjadi relawan itu pilihan antara kita mau peduli kemudian bergerak atau memilih diam dan menjadi penonton. Seorang ulama kontemporer bernama Sayid Quthb pernah berkata bahwa “orang yang hidup untuk dirinya sendiri maka ia akan mati dalam keadaan kerdil sedangkan orang yang hidup untuk orang banyak, maka ia kan mati dalam keadaan besar”. Yah… kerdil atau besar dimata manusia itu adalah efek samping sedangkan dimata Allah adalah hal yang utama. Bahwa apa yang kita lakukan untuk sesama makhluk hidup, terlebih untuk sesama manusia utamanya kita niatkan hanya untuk mencari ridha Allah semata.
Pilihan untuk ke Banjarnegara menjadi relawan untuk tanggal 16 - 17 desember adalah pilihan mantap saya kala itu, Bismillah. Awalnya saya pikir, paling-paling disana saya akan diperbantukan kalau tidak didapur umum ya mengurusi anak-anak di posko pengungsian. Karenanya waktu itu sebagai persiapan saya sudah membawa origami, malam mainan dan permen loli. Namun begitu kumpul ditempat pemberangkatan, ternyata kami nanti akan bertugas di bagian pamulasaran jenazah, terutama bagian pemandian jenazah. Subhanallah.. membayangkan pengalaman pertama memandikan jenazah, bukan jenazah biasa tapi jenazah korban bencana yang kemungkinana besar kondisi fisiknya tak lagi utuh dan segar. Ya sudah, Bismillah niat jihad… karena tak semua orang mau menerima bagian ini.
Longsor yang terjadi di dusun Jemblung, desa Sampang, kecamatan Karangkobar ini sangatlah dahsyat hingga mampu menutup area yang sangat luas, sekilas dari penggambaran yang saya lihat langsung di lokasi, bisa digambarkan bahwa longsor yang terjadi menyapu dari ujung bukit satu sampai ujung bukit yang lain, dan kalaulah didepan longsoran itu tidak ada bukit lagi, dapat dipastikan, longsor tersebut bisa menyapu daerah yang lebih luas, Subhanallah, jadi, kalaupun ada orang yang berusaha untuk menyelamatlan diri dengan berusaha lari menyelamatkan diri kebukit yang lain, itu sangatlah mustahil bisa selamat, jadi betapa itu menjadi kekuasaan Allah, manakala ada orang yang bisa selamat dari longsor tersebut.
Ada banyak relawan yang ikut membantu mulai dari BASARNAS, TNI, POLRI, Parpol, organisasi keagamaan, organisasi kemanusian bahkan komunitas-komunitas maupun perseorangan. Namun, tidak sembarang orang dan pihak bisa mengakses lokasi bencana, ikut membantu mengurus jenazah maupun mengurus pengungsi di posko pengungsian. Karena tiap pos sudah ada Penanggungjawab masing-masing.
Bagian evakuasi adalah tempat yang siapapun bisa ikut membantu, namun di tempat pengurusan jenazah mulai dari memandikan, menkafani, mensholatkan dan kemudian dikuburkan sudah di PJ kan khusus kepada Relawan Indonesia (Relindo), Dompet Dhuafa dan PKPU. Setelah jenazah berhasil ditemukan dan dievakuasi dari lokasi bencana, maka jenazah kemudian akan diidentifikasi oleh dokpol dan pihak keluarga yang bersangkutan. Jenazah kemudian masuk ke proses pemandian, pengkafanan, pensholatan dan penguburan.
Menjadi relawan dibagian pemandian jenazah itu tarbiyah mental-spiritual yang luar biasa. Bagaimana tidak? Tidak semua orang mau melakukannya. Karena, bagaimanapun orang kadang takut harus berhadapan dengan jenazah yang kondisi tubuhnya sudah tak lagi lengkap dan normal. Hal itu ditambah dengan bau yang tidak sedap karena sudah sekitar lima hari terkubur dibawah longsoran tanah. Subhanallah, saya yang awal berangkat dari Semarang sudah membayangkan segala ketakutan-ketakutan tadi, saat sudah berada dilokasi pemandian dan berhadapan dengan jenazah, segala rasa takut dan ragu sirna. Hal yang muncul adalah rasa kasihan melihat saudara saya harus dimandikan dalam kondisi yang tak sempurna dan ideal dan serta rasa semangat, bahwa ini adalah jihad, jihad untuk menunaikan hak sesama muslim untuk merawat jenazahnya dengan sebaik-baiknya.
Bagian evakuasi adalah tempat yang siapapun bisa ikut membantu, namun di tempat pengurusan jenazah mulai dari memandikan, menkafani, mensholatkan dan kemudian dikuburkan sudah di PJ kan khusus kepada Relawan Indonesia (Relindo), Dompet Dhuafa dan PKPU. Setelah jenazah berhasil ditemukan dan dievakuasi dari lokasi bencana, maka jenazah kemudian akan diidentifikasi oleh dokpol dan pihak keluarga yang bersangkutan. Jenazah kemudian masuk ke proses pemandian, pengkafanan, pensholatan dan penguburan.
Menjadi relawan dibagian pemandian jenazah itu tarbiyah mental-spiritual yang luar biasa. Bagaimana tidak? Tidak semua orang mau melakukannya. Karena, bagaimanapun orang kadang takut harus berhadapan dengan jenazah yang kondisi tubuhnya sudah tak lagi lengkap dan normal. Hal itu ditambah dengan bau yang tidak sedap karena sudah sekitar lima hari terkubur dibawah longsoran tanah. Subhanallah, saya yang awal berangkat dari Semarang sudah membayangkan segala ketakutan-ketakutan tadi, saat sudah berada dilokasi pemandian dan berhadapan dengan jenazah, segala rasa takut dan ragu sirna. Hal yang muncul adalah rasa kasihan melihat saudara saya harus dimandikan dalam kondisi yang tak sempurna dan ideal dan serta rasa semangat, bahwa ini adalah jihad, jihad untuk menunaikan hak sesama muslim untuk merawat jenazahnya dengan sebaik-baiknya.
Begitu banyak hikmah manakala kita mengurus jenazah, bahkan Allah memberi ganjaran yang besar bagi orang-orang yang mengurus jenazah sesama muslim. Pada saat itu yang terbesit dalam hati adalah; "Ya Allah matikanlah kami dalam keadaan yang baik dan dalam keadaan beribadah kepada-Mu". Mungkinkah saat saya meninggal akan ada banyak orang yang mensholatkan? Karena jenazah yang disholatkan minimal oleh 40 orang muslim yang tak menyekutukan Allah, maka akan Allah ampuni dosa-dosanya. Subhanallah! Siapa yang tak mau.
Selain itu pengalaman memandikan jenazah ini menjadi pengalaman pertama. Saya yakin nantinya pengalaman ini akan sangat bermanfaat manakala nanti di masyarakat, Insyaallah. Sebenarnya ada begitu banyak hikmah yang saya dapat dari perjalanan menjadi relawan bencana longsor di Banjarnegara, termasuk bahagianya bertemu dan berkenalan dengan sesama relawan. Karena, hikmah itu muncul tak hanya saat bertugas memandikan jenazah, namun juga saat perjalanan datang dan pulang dari Banjarnegara. Maka benarlah firman Allah dalam Al-Quran bahwa kita diminta untuk melakukan perjalanan dimuka bumi, karena dengan banyak perjalanan, maka kita akan banyak mendapatkan hikmah. Menjadi relawan itu sifatnya nagih, karena itu bila ada kesempatan lagi, maka saya siap untuk berjihad dan maju menjadi relawan. Insyaallah.
Selain itu pengalaman memandikan jenazah ini menjadi pengalaman pertama. Saya yakin nantinya pengalaman ini akan sangat bermanfaat manakala nanti di masyarakat, Insyaallah. Sebenarnya ada begitu banyak hikmah yang saya dapat dari perjalanan menjadi relawan bencana longsor di Banjarnegara, termasuk bahagianya bertemu dan berkenalan dengan sesama relawan. Karena, hikmah itu muncul tak hanya saat bertugas memandikan jenazah, namun juga saat perjalanan datang dan pulang dari Banjarnegara. Maka benarlah firman Allah dalam Al-Quran bahwa kita diminta untuk melakukan perjalanan dimuka bumi, karena dengan banyak perjalanan, maka kita akan banyak mendapatkan hikmah. Menjadi relawan itu sifatnya nagih, karena itu bila ada kesempatan lagi, maka saya siap untuk berjihad dan maju menjadi relawan. Insyaallah.
Banjarnegara, 16-17 Desember 2014
Ida Rohmatin
0 comments:
Post a Comment