• Kabar Terkini

    Oct 17, 2013

    Perangkap di Sekitar Kita

    Unnimac.com. Tsaqafah- Siang itu, saat dedaunan berguguran diterpa angin. Tanah merekah membara, seakan - akan mentari didekatkan hingga sejengkal. Dalam sebuah gubuk sederhana, seorang guru nan bijaksana mengajarkan ilmu kepada murid-muridnya. Ia duduk menghadap murid-muridnya.  Ia perlihatkan tangan kanannya memegang kapur dan tangan kirinya menggenggam penghapus.

    Dengan penuh kelembutan ia memulai pembicaraannya, “Duhai anak – anakku, aku memiliki permainan.  Jika aku angkat kapur ini, maka berserulah, ‘Kapur!’, Jika aku mengangkat penghapus ini, maka berserulah ‘Penghapus!’, kalian mengerti!”. Tampaknya murid – murid pun mengerti dan mengikuti perintah yang diinstruksikan oleh Sang Guru.

    Dengan penuh semangat, sang guru berganti-gantian mengangkat  tangan kanan dan kirinya. Semakin lama gerakannya semakin cepat, sebelum akhirnya sang guru menghentikan gerakannya. Sesaat kemudian sang guru kembali berkata, “Baik sekarang perhatikan kembali, jika aku mengangkat ‘kapur’ maka berserulah ‘penghapus!’ dan jika aku mengangkat ‘penghapus’ maka berserulah ‘kapur!’, siap!”

    Permainan pun dimulai kembali. Seperti sebelumnya, sang guru berganti-gantian mengangkat  tangan kanan dan kirinya. Siang itu pun mulai bergemuruh tersebab banyak murid yang keliru mengucapkannya. Hal itu menjadi pemakluman bersama, dikarenakan mereka harus mengucapkan nama benda dengan nama yang tidak sebagaimana mestinya. Namun, lama – kelamaan murid – murid mulai terbiasa dengan perubahan nama tersebut. Permainan pun dihentikan. Begitu meneduhkan senyuman sang guru dihadapan murid – muridnya.

    “Nak, begitulah kita umat Islam ini. Pada mulanya yang benar itu benar dan yang salah itu salah. Kita begitu jelas membedakannya. Namun kemudian, musuh – musuh kita memaksakan kepada kita lewat berbagai cara untuk menukarkan sesuatu, dari yang benar menjadi salah dan dari yang salah menjadi benar.” Sang guru menghela nafas panjang, dan ia pun melanjutkan penjelasannya.

    “Pertama mungkin kita tidak bisa menerima hal tersebut, namun karena terus disosialisasikan dengan cara – cara yang begitu menarik, lambat laun kalian akan terbiasa dengan hal itu.” Seketika suasana menjadi hening.

    “Nak, sebelum kalian mengikutinya. Musuh-musuh kalian tidak akan pernah berhenti untuk membalik dan memutar nilai serta etika; keluar berdua-duaan dan saling berkasih mesra dengan non mahram bukan lagi sesuatu yang pelik, zina bukan lagi menjadi persoalan, pakaian seksi menjadi hal yang lumrah, sex sebelum menikah menjadi suatu hiburan dan trend. Dan, tanpa disadari kalian sedikit demi sedikit akan menerimanya.” Tambah sang guru sembari menahan dada yang semakin menyesak.

    “Nak, apa kalian paham?”, sang guru berseru.
    “Paham, ustadz!”, jawab murid-murid serentak.

    Begitulah sang guru memberikan gambaran tentang ‘Ghazwul Fikr’ terhadap murid-murid yang dicintainya. Iya, dalam dunia Islam kekinian, tak jarang telinga kita mendengar istilah ghazwul fikr atau perang pemikiran. Sebentuk perang modern yang dijadikan sebagai metode baru untuk melemahkan Islam dari dalam.

    Mari kita menilik sejenak pengertian ghazwul fikr secara bahasa. Ghazwul berarti serangan, serbuan atau invansi. Sedangkan fikr berarti pemikiran. Jadi ghazwul fikr dapat diartikan sebagai serangan untuk mengubah pemikiran sehingga tidak sesuai lagi dengan pedoman awal yang dipegangnya.

    Dalam model ghozwul fikr ini, sasaran utama yang akan mereka hancurkan bukan lagi kuantitas fisik umat Islam, melainkan pola pemikiran, gaya hidup, dan aqidah umat Islam itu sendiri. Harapannya, dengan menyerang sisi – sisi tersebut umat Islam akan hancur dengan sendirinya, hancur sehancur-hancurnya. Salah satu bentuk peperangan terhadap pola pemikiran umat yang mereka lakukan adalah melalui jalur kebudayaan. Dengan membudayakan kehidupan yang jauh dari nilai-nilai Islam, mereka dapat menanamkan pemikiran baru yang jauh dari ajaran yang semestinya. Mari kita ambil contoh tentang ilmu pengetahuan. Dalam dunia ilmu pengetahuan, mereka mengotak-ngotakkannya sehingga seolah – olah ilmu pengetahuan dan ilmu agama seperti dua sisi mata uang yang tidak akan mungkin bisa dipersatukan. Dan begitulah, padahal sebenarnya agama dan ilmu turun dari satu sumber yang sama; Allah Swt.

    Atau kita ambil contoh kembali. Mari benamkan diri sejenak menelusuri masa lalu, bagaimana penilaian masyarakat terhadap wanita yang keluar malam? Sungguh, begitu kurang santun wanita itu. Apalagi jika ia keluar malam bersama lelaki pujaan hati, tentunya gelaran yang melekat pada dirinya akan semakin menjadi-jadi. Begitu indah, begitu teduh, begitu santun keadaan seperti ini. Mereka mengerti sampai mana batasan – batasan yang harus dilakukan dengan taat terhadap norma-norma yang berlaku.

    Bagaimana dengan sekarang? Begitu miris rasanya, ketika kita menyaksikan bagaimana wanita keluar malam dengan begitu mudahnya. Apalagi para remaja putri yang kerap keluar bersama pacarnya. Sudah menjadi hal yang biasa. Bahkan, sebagian orangtua pun telah membuang jauh-jauh kekhawatiran terhadap keselamatan putrinya. Padahal kegiatan seperti ini sangat berpeluang terjadinya hal-hal yang tidak pernah diinginkan. Anggapan zaman dahulu telah sirna.

    Semoga tamparan kenyataan mampu sadarkan diri kita untuk sentiasa bersiap-siaga. Bagaimana ini bisa terjadi? Ya, media. Bukankah layar kaca di rumah kita sentiasa mempertontonkan adegan berpacaran? Lebih sedih lagi ketika kita saksikan film bertemakan cinta saat ini kebanyakan diperankan oleh pelajar. Bahkan semakin membuat miris, rerupa sinetron dengan kemasan religi pun tak luput dari susupan ghazwul fikr ini. Setiap hari pesan-pesan itu tersuguhkan dihadapan kita; Islam memperbolehkan pacaran.

    Sayangnya, dengan kondisi penyerangan pemikiran seperti itu, banyak umat Islam yang mungkin belum tersadar, sehingga mereka terbawa arus dan seolah – olah tak terjadi apa – apa pada diri mereka.

    Selanjutnya, mari kita bentengi diri dengan kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah dan berupaya membangun persaudaraan yang lebih erat dengan sesama muslim. Sesungguhnya kita adalah umat yang berjalan di atas pondasi – pondasi yang kokoh. Kita semua dikumpulkan oleh kitabullah; Al-Qur’an dan As Sunnah. Kiblat kita satu, dan kita shalat dalam waktu-waktu yang rapi.

    Mengutip pernyataan salah seorang perdana menteri Inggris, “Selama Al Qur’an itu berada di tangan umat Islam, tidak mungkin Eropa akan menguasai dunia timur.”

    Hari ini kita berhimpun dan belajar tentang perangkap – perangkap di sekitar kita dalam rupa ghazwul fikr. Dari kondisi semacam ini, seharusnya umat Islam belajar untuk mulai menyadari semua ini. Sudah saatnya umat ini bangkit dan beranjak dari posisi “korban” peperangan modern ini. Semoga Allah Swt sentiasa kokohkan kuda-kuda aqidah kita dan mempererat jalinan persaudaraan diantara kita. Wallahul musta’an.

    Maafkan diri yang faqir ilmu ini, Imam Bukhori A. Latif Hassan.
    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 comments:

    Post a Comment

    Item Reviewed: Perangkap di Sekitar Kita Rating: 5 Reviewed By: Creavida
    Scroll to Top