Kali ini saya ingin berbagi tentang hasil perjalanan saya di desa Tieng yang terletak di kaki gunug Dieng, Wonosobo.
Perjalanan saya kali ini dalam rangka kerjasama antara kampus saya dan salah satu BUMN untuk pengabdian masyarakat. Awal kali saya menapakkan kaki di Tieng, hal yang langsung saya rasakan adalah hawa yang dingin pake banget. Namun untuk menyesuaikan suhu badan saya dengan suhu pegunungan maka saya berinisiatif untuk tidak memakai jaket. Hoho. Suasana khas pegunungan yang penuh dengan kebun sayuran berkolaborasi dengan kabut-kabut tebal, bukan dari asap pembakaran, tapi kabut awan yang sangat dingin mencoba memanjakan mata ini. Sempat kepikiran jangan-jangan ada yang sedang membakar es, terus kabutnya asapnya jadi dingin deh. Hehe.
Perjalanan saya kali ini dalam rangka kerjasama antara kampus saya dan salah satu BUMN untuk pengabdian masyarakat. Awal kali saya menapakkan kaki di Tieng, hal yang langsung saya rasakan adalah hawa yang dingin pake banget. Namun untuk menyesuaikan suhu badan saya dengan suhu pegunungan maka saya berinisiatif untuk tidak memakai jaket. Hoho. Suasana khas pegunungan yang penuh dengan kebun sayuran berkolaborasi dengan kabut-kabut tebal, bukan dari asap pembakaran, tapi kabut awan yang sangat dingin mencoba memanjakan mata ini. Sempat kepikiran jangan-jangan ada yang sedang membakar es, terus kabutnya asapnya jadi dingin deh. Hehe.
Namun ternyata setelah sedikit berkeliling desa, saya menemukan pemandangan yang lebih menarik. Yaitu kedekatan antara dua ormas Islam terbesar di Indonesia baik dalam bangunan sekretariat kepengurusanya dan kehidupan sehari-hari mereka. Saat menunaikan sholat Jum'at pun keduanya tidak saling menonjolkan kepentingan atau perbedaan pandangan yang seringkali diperdebatkan di daerah-daerah lainnya dalam pelaksanaan sholat Jum'at. Kedua ormas ini pula menunjukkan dominasi Islam di Dieng yang biasanya di gunung-gunung lain lebih subur oleh penganut Hindu. Sehingga kegiatan-kegiatan yang sarat kemusyrikan khas penduduk pegunungan pun tidak ada. Subhanallah, sepertinya mereka menitik beratkan hal-hal asasiyah (akar) yang mereka sepakati daripada memperjuangkan perbedaan yang bersifat furu'iyah (cabang).
Saya tahu sedikit tentang itu semua karena kebetulan fokus kegiatan kami adalah di SD Al-Ma'arif NU dan Aisyi'ah Bustanul Arifin Muhamadiyah. Anak-anak dan ibu-ibu menutup aurat dengan semestinya. Disana anak-anak SD bercakap-cakap indah menggunakan bahasa kromo (jawa halus) walau dengan anak yang sepantaran dengan mereka. Tentulah menjadi pemandangan yang sangat berbeda dengan penduduk kota di sebagian pulau Jawa yang mulai melupakan bahasa nenek moyangnya yang sarat dengan sopan santun. Terutama untuk berkomunikasi dengan orang yang lebih tua.
Perlu diketahui bahwa di desa Tieng tidak diperkenankan menyelenggarakan pertunjukan seni. Bahkan menurut sesorang yang saya temui, para ulamanya menuturkan "jika ingin mengadakan kegiatan hiburan seni, bersiap-siaplah atas bencana". Tentunya hal ini bukan tanpa alasan. Menurut teman saya, sejarahnya adalah dulu di tempat itu sempat terjadi bencana tanah longsor yang kemudian menyadarkan para penduduk akan pentingnya menjaga keimanan.
Saya tahu sedikit tentang itu semua karena kebetulan fokus kegiatan kami adalah di SD Al-Ma'arif NU dan Aisyi'ah Bustanul Arifin Muhamadiyah. Anak-anak dan ibu-ibu menutup aurat dengan semestinya. Disana anak-anak SD bercakap-cakap indah menggunakan bahasa kromo (jawa halus) walau dengan anak yang sepantaran dengan mereka. Tentulah menjadi pemandangan yang sangat berbeda dengan penduduk kota di sebagian pulau Jawa yang mulai melupakan bahasa nenek moyangnya yang sarat dengan sopan santun. Terutama untuk berkomunikasi dengan orang yang lebih tua.
Perlu diketahui bahwa di desa Tieng tidak diperkenankan menyelenggarakan pertunjukan seni. Bahkan menurut sesorang yang saya temui, para ulamanya menuturkan "jika ingin mengadakan kegiatan hiburan seni, bersiap-siaplah atas bencana". Tentunya hal ini bukan tanpa alasan. Menurut teman saya, sejarahnya adalah dulu di tempat itu sempat terjadi bencana tanah longsor yang kemudian menyadarkan para penduduk akan pentingnya menjaga keimanan.
Sumber : Bowo Hafiedz Soffan
0 comments:
Post a Comment