Apa makna usia bagi cinta? Bagaimana jika seorang pemuda gagah yang dipeputra oleh lelaki mulia, menikahi pengasuh ayah angkatnya? Aneh memang; wanita itu seangkatan neneknya. Apa yang menyebabkan dia merundukkan hati & kemudaan untuk menjadikannya pasangan jiwa? Tapi dalam hidup; mungkin memang ada yang lebih tinggi dari cinta. Mungkin itu yang ditemukan si pemuda dalam sabda ayah angkatnya, "Siapa yang ingin menikahi wanita ahli surga", ujar Sang Nabi suatu hari, "Nikahilah Umm Aiman." Maka Zaid pun maju, tanpa ragu.
Dulu saat Sang Nabi ditinggal wafat Bundanya, Umm Aiman yang menggendongnya Abwa'-Makkah. Kelak dia imani risalah bocah asuhannya.Sementara Zaid ibn Haritsah adalah sahaya Khadijah yang dihadiahkan pada RasuliLlah; jadilah dia pemuda utama di barisan cahaya. Kita takjubi nikah bersenjang umur ini; juga sebab dari mereka akan lahir Usamah ibn Zaid; kelak panglima agung di usia 18 tahunnya. Zaid ibn Haritsah menikahi Umm Aiman yang seusia neneknya, karena Allah & RasulNya. Gairahnya adalah surga. Cintanya adalah cahaya.
Maka pada setiap betikan niat yang menggerakkan untuk menikahi seseorang; tanyakan pada hati kita, apa yang paling menyalakan minat. Seperti nasehat Asy Syafi'i tuk yang bingung atas banyak pilihan nan semua tampak baik; "Ambil yang paling menyelisihi hawa nafsu!"
Mari belajar 1 lagi; namanya Nailah bint Al Farafishah Al Kalbiyah, yang menikah atas upaya Tamadhar, istri 'Abdurrahman ibn 'Auf. Mempelai pria; 'Utsman ibn 'Affan belum pernah melihatnya hingga akad terucap; sebab percaya sempurna pada 'Abdurrahman & istrinya. Begitu berjumpa, 'Utsman terkejut & bersegera menyatakan, "Aku membebaskanmu dari ikatan ini jika kau tak ridha atas keadaanku!"
"Apa maksudmu duhai Dzun Nurain?", tukas Nailah, "Demi Allah aku tak ingin sedikitpun membatalkan ikatan pernikahan yang suci ini!"
"Tapi pastinya kau takkan menyukai ketuaanku", sahut 'Utsman. "Justru aku ini suka suami yang lebih tua", jawab Nailah tersipu.
'Utsman membuka surbannya, memperlihatkan geripis kebotakan di rambutnya, "Bukan hanya tua, diriku telah jauh melampaui ketuaan."
Nailah mendekat & mencium kening 'Utsman. "Masa mudamu sudah kauhabiskan di sisi RasuliLlah, duhai lelaki yang 2 kali berhijrah. Betapa berharga bagiku jika Allah mengaruniakan kesempatan mendampingi sisa usia muliamu, hingga kelak menghadapNya, insyaaLlah."
Usia Nailah menjelang 18 tahun ketika itu, dan 'Utsman yang pemalu mendekati 80 tahun. Nanti Allah karuniakan 3 putra pada mereka. Inilah lelaki pemalu yang menjaga kesucian diri; yang mandinya menutup semua pintu-jendela, di bilik tersembunyi berselubung tabir. Lelaki ini, Malaikatpun malu padanya; tunduk pandangnya, panjang qiyamullailnya, syahdu tilawahnya, luas dermanya, jernih batinnya. Ada yang tak sengaja menatap wajah jelita lalu menjumpa 'Utsman tanpa cerita. Tegurnya, "Bertaubatlah, di matamu ada bekas zina."
Nailah mendampingi lelaki hebat ini hingga wafatnya di tangan orang-orang zhalim. Dua jemarinya putus kala memerisai tubuh 'Utsman. Kelak Amirul Mukminin Mu'awiyah melamarnya. Teguh Nailah menjawab, "Tak ada yang mampu menggantikan kedudukan 'Utsman di hatiku."
Pada Zaid, pada Nailah; kita belajar tentang cinta yang tak tersekat umur & wujud. Cinta itu berhulu & bermuara di keabadian surga.
Dulu saat Sang Nabi ditinggal wafat Bundanya, Umm Aiman yang menggendongnya Abwa'-Makkah. Kelak dia imani risalah bocah asuhannya.Sementara Zaid ibn Haritsah adalah sahaya Khadijah yang dihadiahkan pada RasuliLlah; jadilah dia pemuda utama di barisan cahaya. Kita takjubi nikah bersenjang umur ini; juga sebab dari mereka akan lahir Usamah ibn Zaid; kelak panglima agung di usia 18 tahunnya. Zaid ibn Haritsah menikahi Umm Aiman yang seusia neneknya, karena Allah & RasulNya. Gairahnya adalah surga. Cintanya adalah cahaya.
Maka pada setiap betikan niat yang menggerakkan untuk menikahi seseorang; tanyakan pada hati kita, apa yang paling menyalakan minat. Seperti nasehat Asy Syafi'i tuk yang bingung atas banyak pilihan nan semua tampak baik; "Ambil yang paling menyelisihi hawa nafsu!"
Mari belajar 1 lagi; namanya Nailah bint Al Farafishah Al Kalbiyah, yang menikah atas upaya Tamadhar, istri 'Abdurrahman ibn 'Auf. Mempelai pria; 'Utsman ibn 'Affan belum pernah melihatnya hingga akad terucap; sebab percaya sempurna pada 'Abdurrahman & istrinya. Begitu berjumpa, 'Utsman terkejut & bersegera menyatakan, "Aku membebaskanmu dari ikatan ini jika kau tak ridha atas keadaanku!"
"Apa maksudmu duhai Dzun Nurain?", tukas Nailah, "Demi Allah aku tak ingin sedikitpun membatalkan ikatan pernikahan yang suci ini!"
"Tapi pastinya kau takkan menyukai ketuaanku", sahut 'Utsman. "Justru aku ini suka suami yang lebih tua", jawab Nailah tersipu.
'Utsman membuka surbannya, memperlihatkan geripis kebotakan di rambutnya, "Bukan hanya tua, diriku telah jauh melampaui ketuaan."
Nailah mendekat & mencium kening 'Utsman. "Masa mudamu sudah kauhabiskan di sisi RasuliLlah, duhai lelaki yang 2 kali berhijrah. Betapa berharga bagiku jika Allah mengaruniakan kesempatan mendampingi sisa usia muliamu, hingga kelak menghadapNya, insyaaLlah."
Usia Nailah menjelang 18 tahun ketika itu, dan 'Utsman yang pemalu mendekati 80 tahun. Nanti Allah karuniakan 3 putra pada mereka. Inilah lelaki pemalu yang menjaga kesucian diri; yang mandinya menutup semua pintu-jendela, di bilik tersembunyi berselubung tabir. Lelaki ini, Malaikatpun malu padanya; tunduk pandangnya, panjang qiyamullailnya, syahdu tilawahnya, luas dermanya, jernih batinnya. Ada yang tak sengaja menatap wajah jelita lalu menjumpa 'Utsman tanpa cerita. Tegurnya, "Bertaubatlah, di matamu ada bekas zina."
Nailah mendampingi lelaki hebat ini hingga wafatnya di tangan orang-orang zhalim. Dua jemarinya putus kala memerisai tubuh 'Utsman. Kelak Amirul Mukminin Mu'awiyah melamarnya. Teguh Nailah menjawab, "Tak ada yang mampu menggantikan kedudukan 'Utsman di hatiku."
Pada Zaid, pada Nailah; kita belajar tentang cinta yang tak tersekat umur & wujud. Cinta itu berhulu & bermuara di keabadian surga.
Sumber : Kultwit Ust. Salim A. Fillah
0 comments:
Post a Comment