Unnimac.com - Amanah
adalah kata yang sering dikaitkan dengan kekuasaan dan materi. Namun
sesungguhnya kata amanah tidak hanya terkait dengan urusan-urusan
seperti itu. Secara syar’i, amanah bermakna: menunaikan apa-apa yang
dititipkan atau dipercayakan. Itulah makna yang terkandung dalam firman
Allah swt.: “Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk
menunaikan amanah-amanah kepada pemiliknya; dan apabila kalian
menetapkan hukum di antara manusia hendaklah kalian menetapkan hukum
dengan adil.” (An-Nisa: 58)
Ayat di atas menegaskan bahwa amanah tidak melulu menyangkut
urusan material dan hal-hal yang bersifat fisik. Kata-kata adalah
amanah. Menunaikan hak Allah adalah amanah. Memperlakukan sesama insan
secara baik adalah amanah. Ini diperkuat dengan perintah-Nya: “Dan apabila kalian menetapkan hukum di antara manusia hendaklah kalian menetapkan hukum dengan adil.” Dan keadilan dalam hukum itu merupakan salah satu amanah besar.
Itu juga diperjelas dengan sabda Rasulullah saw., “Setiap
kalian adalah pemimpin dan karenanya akan diminta pertanggungjawaban
tentang kepemimpinannya. Amir adalah pemimpin dan akan diminta
pertanggungjawaban tentang mereka. Lelaki adalah pemimpin di tengah
keluarganya dan ia akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka.
Seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan atas anak-anaknya
dan ia akan diminta pertanggungjawaban tentangnya. Seorang hamba adalah
pemimpin atas harta tuannya dan ia akan diminta pertanggungjawaban
tentang itu. Dan setiap kalian akan diminta pertanggungjawaban tentang
kepemimpinannya.” (Muttafaq ‘Alaih)
Dan Allah swt. berfirman: “Sesungguhnya
Kami menawarkan amanah kepada langit, bumi, dan gunung-gunung. Namun
mereka menolak dan khawatir untuk memikulnya. Dan dipikullah amanah itu
oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zhalim lagi amat bodoh.” (Al-Ahzab 72)
Dari
nash-nash Al-Qur’an dan sunnah di atas nyatalah bahwa amanah tidak
hanya terkait dengan harta dan titipan benda belaka. Amanah adalah
urusan besar yang seluruh semesta menolaknya dan hanya manusialah yang
diberikan kesiapan untuk menerima dan memikulnya. Jika demikian,
pastilah amanah adalah urusan yang terkait dengan jiwa dan akal. Amanah
besar yang dapat kita rasakan dari ayat di atas adalah melaksanakan
berbagai kewajiban dan menunaikannya sebagaimana mestinya.
Amanah dan Iman
Amanah
adalah tuntutan iman. Dan khianat adalah salah satu ciri kekafiran.
Sabda Rasulullah saw. sebagaimana disebutkan di atas menegaskan hal itu,
“Tiada iman pada orang yang tidak menunaikan amanah; dan tiada agama pada orang yang tidak menunaikan janji.” (Ahmad dan Ibnu Hibban)
Barang
siapa yang hatinya kehilangan sifat amanah, maka ia akan menjadi orang
yang mudah berdusta dan khianat. Dan siapa yang mempunyai sifat dusta
dan khianat, dia berada dalam barisan orang-orang munafik.
Disia-siakannya amanah disebutkan oleh Rasulullah saw. sebagai salah
satu ciri datangnya kiamat. Sebagaimana disampaikan Abu Hurairah –semoga
Allah meridhainya–, Rasulullah saw. bersabda, “Jika amanah
diabaikan maka tunggulah kiamat.” Sahabat bertanya, “Bagaimanakah amanah
itu disia-siakan, wahai Rasulullah?” Rasulullah saw. menjawab, “Jika
suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah
kehancuran.” (Al-Bukhari)
Macam-macam Amanah
Pertama,
amanah fitrah. Dalam fitrah ada amanah. Allah menjadikan fitrah
manusia senantiasa cenderung kepada tauhid, kebenaran, dan kebaikan.
Karenanya, fitrah selaras betul dengan aturan Allah yang berlaku di alam
semesta. Allah swt. berfirman: “Dan ingatlah ketika Tuhanmu
mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah
mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah
Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul, (Engkau Tuhan kami) kami
menjadi saksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat
kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang
yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan).” (Al-A’raf: 172)
Akan
tetapi adanya fitrah bukanlah jaminan bahwa setiap orang akan selalu
berada dalam kebenaran dan kebaikan. Sebab fitrah bisa saja terselimuti
kepekatan hawa nafsu dan penyakit-penyakit jiwa (hati). Untuk itulah
manusia harus memperjuangkan amanah fitrah tersebut agar fitrah tersebut
tetap menjadi kekuatan dalam menegakkan kebenaran.
Kedua,
amanah taklif syar’i (amanah yang diembankan oleh syari’at). Allah swt.
telah menjadikan ketaatan terhadap syariatnya sebagai batu ujian
kehambaan seseorang kepada-Nya. Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya
Allah telah menetapkan fara-idh (kewajiban-kewajiban), maka janganlah
kalian mengabaikannya; menentukan batasan-batasan (hukum), maka
janganlah kalian melanggarnya; dan mendiamkan beberapa hal karena kasih
sayang kepada kalian dan bukan karena lupa.” (hadits shahih)
Ketiga,
amanah menjadi bukti keindahan Islam. Setiap muslim mendapat amanah
untuk menampilkan kebaikan dan kebenaran Islam dalam dirinya. Rasulullah
saw. bersabda: “Barangsiapa yang menggariskan sunnah yang baik maka
dia mendapatkan pahalanya dan pahala orang-orang rang yang mengikutinya
tanpa mengurangi pahalanya sedikit pun.” (Hadits shahih)
Keempat,
amanah dakwah. Selain melaksanakan ajaran Islam, seorang muslim memikul
amanah untuk mendakwahkan (menyeru) manusia kepada Islam itu. Seorang
muslim bukanlah orang yang merasa puas dengan keshalihan dirinya
sendiri. Ia akan terus berusaha untuk menyebarkan hidayah Allah kepada
segenap manusia. Amanah ini tertuang dalam ayat-Nya: “Serulah ke jalan Rabbmu dengan hikmah dan nasihat yang baik.” (An-Nahl: 125)
Rasulullah saw. juga bersabda, “Jika
Allah memberi petunjuk kepada seseorang dengan usaha Anda, maka hal itu
pahalanya bagi Anda lebih dibandingkan dengan dunia dan segala isinya.”
(al-hadits)
Kelima,
amanah untuk mengukuhkan kalimatullah di muka bumi. Tujuannya agar
manusia tunduk hanya kepada Allah swt. dalam segala aspek kehidupannya.
Tentang amanah yang satu ini, Allah swt. menegaskan: “Allah telah
mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya
kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah
Kami wahyukan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa, yaitu: Tegakkanlah agama
dan janganlah kalian berpecah-belah tentangnya.” (Asy-Syura: 13)
Keenam, amanah tafaqquh fiddin (mendalami agama). Untuk dapat menunaikan kewajiban, seorang muslim haruslah memahami Islam. “Tidaklah
sepatutnya bagi orang-orang yang beriman itu pergi semuanya (ke medan
perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka
beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama.” (At-Taubah: 122)
“Dan
Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa dia sungguh-sungguh akan
menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah
menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan
meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan
Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam
ketakutan menjadi aman sentosa. mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada
mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap)
kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (An-Nur: 55)
Sumber : Dakwatuna
0 comments:
Post a Comment