• Kabar Terkini

    Aug 31, 2014

    Mahasiswa Islam dan Adab Menghargai Waktu

    Unnimac.com - Prokrastinasi akademik, atau lebih mudahnya disebut penundaaan waktu dalam pengerjaan tugas adalah suatu hal yang biasa dilakukan oleh mahasiswa. Lamanya waktu pengumpulan menjadi alasan mengapa mahasiswa melakukan penundaan terhadap berbagai tugas yang diberikan padanya. Penundaan yang dilakukan kebanyakan mahasiswa bukan berawal dari suatu hal yang penting, seperti karena sibuk menonton televisi, jalan-jalan ke mall, bermain game, atau karena sibuk menghabiskan waktu berduaan dengan berkhalwat. 

    Pada akhirnya ketika waktu pengerjaan tugas semakin sempit, banyak mahasiswa yang berpikir mengenai jalan pintas yang akan menyelamatkan hidupnya. Seperti dengan melakukan penjiplakan terhadap karya orang lain, dan mengakuinya sebagai hasil karyanya sendiri.

    Berbagai bentuk kecurangan yang dilakukan mahasiswa pada saat akhir waktu pengerjaan sesungguhnya merugikan dirinya sendiri. Misalnya ketika akhirnya mahasiswa melakukan rasionalisasi kecurangan dengan melakukan tindakan plagiat. Tindakan plagiat tersebut yang dilakukan secara sengaja dan terus menerus akan melahirkan “budaya mencuri” yang akan mempengaruhi kepribadiannya. Secara tidak langsung hal itu pula yang akan menghantarkan mereka pada tindakan pidana yang lebih berat.

    Selain itu, ketika dihadapkan pada pilihan dalam penyelesaian tugas, mahasiswa akan selalu mengalami kesulitan. Mereka bahkan dapat menempuh waktu yang lama ketika dihadapkan pada posisi untuk menerapkan kaidah ilmiah. Hal yang lebih buruk adalah ketika standar ilmiah tak juga mereka pahami dalam pembuatan tugas akhir, gelar kesarjanaan yang selama ini didambakan dapat dicabut hanya karena kesalahan dalam mengutip sebuah ide.

    Selain menimbulkan dampak akademis, prokrastinasi akademik nyatanya mempengaruhi relasi antara ciptaan dengan Penciptanya. Mahasiswa yang telah menyia-nyiakan waktu mudanya sedang mengalami ‘kerugian’, sebagaimana dalil “Demi Masa, Sesungguhnya manusia kerugian”.

    Orang-orang yang merugi dalam ayat ini bukan yang terkait dengan kerugian atas bawang dagangannya, namun kerugiannya atas peyia-nyiaan waktu di dunia. Karena segala hal didunia, termasuk konsep waktu yang ada didalamnya berserta eksistensi manusia yang fana adalah milik Penciptanya.

    Ibn Katsir dalam tafsirnya menyatakan bahwa “Al-‘Ashr berarti masa yang di dalamnya berbagai aktifitas anak cucu Adam berlangsung, baik dalam wujud kebaikan maupun keburukan. Imam Malik meriwayatkan dari Zaid bin Aslam: “Kata al-‘Ashr berarti shalat ‘Ashar.” Dan yang populer adalah pendapat pertama.

    Dengan demikian, Allah Ta’ala telah bersumpah dengan masa tersebut bahwa manusia itu dalam kerugian, yakni benar-benar merugi dan binasa. Illal ladziina aamanuu wa’amilush shaalihaat (“Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih”). Dengan demikian Allah memberikan pengecualian dari kerugian itu bagi orang-orang yang beriman dengan hati mereka dan mengerjakan amal shalih melalui anggota tubuhnya. Wa tawaa shaubil haqqi (“Dan nasehat-menasehati supaya mentaati kebenaran”) yaitu mewujudkan semua bentuk ketaatan dan meninggalkan semua yang diharamkan. Wa tawaa shaubish shabr (“Dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.”) yakni bersabar atas segala macam cobaan, takdir, serta gangguan yang dilancarkan kepada orang-orang yang menegakkan amar ma’ruf nahi munkar.” (Tafsir Ibn Katsir Juz 30, h. 535)

    Masih dalam tafsir yang sama, Ibn Katsir mengutip pendapat Imam Syafi’i, “Seandainya manusia mencermati surat ini (al-‘Ashr) secara seksama, niscaya surat ini akan mencukupi mereka.” Dalam berbagai versi disebutkan bahwa surat Al-‘Ashr merupakan surat yang populer dikalangan para Sahabat.

    Oleh karena itu makna atas surat ini begitu dalam, karena terkait dengan konsep waktu yang mengikat pada diri manusia.

    Dalam ilmu fisika, konsep ruang dan waktu hanya terkait suatu hal yang empiris. Sedangkan Elisabeth Stroker dalam Investigations in Philosopy of Space menyatakan bahwa waktu tak dapat dipisahkan dari ruang yang melingkupinya. Konsep ruang terkait dengan kehidupan di dunia dalam kurun waktu tertentu, maka hal itu meniscayakan ruang lainnya, yaitu (alam mimpi, akhirat yang terkait dengan konsep metafisika).

    Dalam diri seorang Muslim, konsep waktu merupakan hal yang harus direnungkannya secara mendalam. Setiap waktu yang dipergunakan manusia per-detiknya akan dipertanggungjawabkan pada Yaumul-Hisab. Jika nyatanya manusia tidak memanfaatkan waktunya secara baik, mereka telah berada dalam kerugian yang sebesar-besarnya. Karena hidup manusia di dunia hanya sementara, seperti sedang berteduh di bawah pohon yang rindang. Hanya sesaat, karena akan ada perjalanan panjang yang harus dilanjutkannya.

    Seorang mahasiswa Muslim sebagai agen perubahan wajib memahami konsep waktu secara baik. Karena dengan pemahamannya terhadap makna “Al-‘Ashr”, mahasiswa akan berupaya agar tidak membuang waktunya secara percuma untuk mengerjakan sesuatu yang bukan merupakan tugas utamanya. Ilmu yang diperoleh mahasiswa dalam tingkat Universitas akan menghantarkannya pada kehidupannya di masa depan.

    Pengelakannya dalam belajar akan merugikan masa depannya kelak. Selain itu, prokrastinasi atau penundaan waktu dalam pengerjaan tugas ataupun belajar menuju ujian bukanlah pilihan rasional, karena akan menghantarkannya pada tindakan kecurangan. Moral mahasiswa menjadi rusak, dan jika dilakukan secara terus-menerus menjadi sebuah kepribadian yang akan melekat padanya hingga dewasa.

    Jika dalam diri seorang mahasiswa Muslim kepribadian ini terus melekat, tak ayal jika diperkirakan pada 20-tahun kedepan budaya korupsi di Indonesia juga takkan musnah. Karena kehidupan mahasiswa adalah miniatur tata kelola birokrasi Indonesia di masa yang akan datang.

    Ketika seorang mahasiswa Muslim telah melupakan ‘adab’ dalam kehidupannya, akan semakin sulit mencari pemimpin yang secara nyata memiliki akhlak karimah di masa yang akan datang.

    Pemahaman atas pemanfaatan waktu dalam pengerjaan tugas tak harus membuat mahasiswa tak mengenal masa untuk beristirahat. Mahasiswa juga dapat menghidur dirinya dengan berbagai macam hiburan setelah tugas utamanya diselesaikan.

    Namun sebagai seorang Muslim, mahasiswa juga harus cerdas dalam memilih sebuah hiburan. Jangan sampai hiburan yang dipilihnya juga melenakan atas waktunya di dunia yang hanya sementara. Jika dalam diri mahasiswa Muslim telah menerapkan kaidah seperti ini, insya Allah kedepannya Indonesia akan semakin baik karena dipimpin oleh generasi dengan akhlak seperti Rasulullah SAW.

    Allahu ‘alam.[]

    Oleh: Anita Rachmat Putri
    Mahasiswa Tingkat Akhir UIN Jakarta

    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 comments:

    Post a Comment

    Item Reviewed: Mahasiswa Islam dan Adab Menghargai Waktu Rating: 5 Reviewed By: Creavida
    Scroll to Top