Lelaki memang nampak selalu tegar. Tidak pernah nampak cengeng. Sejak kecil mereka dididik untuk tidak mudah nangis. Saat dia belajar jalan dan jatuh, sang Ibu akan mendiamkan. “Gapapa, cowok!” Saat dia belajar naik sepeda dan jatuh sampai berdarah, sang Ibu juga akan tetap saja bilang, “Jangan nangis, kamu cowok!”
Saat kamu sudah SMA, dan kamu menghadapi masalah berat, sang bapak akan bilang “Cowok ga boleh nangis. Kayak cewek saja kamu.”
Begitu seterusnya, seolah olah amazing banget kalau bisa lihat cowok nangis. Karena nangis identik dengan urusan urusan cengeng dan yang lainnya.
Sebenarnya dalam Islam, sah – sah saja seorang cowok menangis. Hanya saja perlu dilihat dia menangis karena apa. Lalu gaya nangisnya juga seperti apa. Kalau seorang cowok menangis karena dosa – dosa yang setinggi langit dan seluas samudera, maka boleh saja dia nangis. Nangis setelah sholat, membasahi sajadah atau nangis saat keingat dosa yang numpuk, ga ada masalah dan boleh – boleh saja.
Lalu lihat gaya dia menangis. Kalau dia gayanya meraung – raung kayak kesetanan, jelas tidak boleh. Makanya tidak boleh meratapi saudara yang sudah meninggal. Kita meraung – raung di kuburannya, wah jelas itu kagak boleh.
Makanya air mata bagi lelaki sangat mahal kalau untuk urusan cinta, kerjaan, masalah hidup atau ujian. Tapi kalau untuk urusan dosa, air mata lelaki murah, boleh tercurah kapan saja sebagai bentuk penyesalan hidupnya. Ga ada masalah mau banjir air mata asal setelah itu lega.
Menangisi sebagai sebentuk penyesalan dan tidak akan mengulanginya lagi. Kemudian bekerja dan beramal kembali seperti sedia kala. Tetap optimis dan tetap melangkah dalam amal shalih. Tangisan akan menjadi saksi kelak di akhirat tentang penyesalan dan taubat kita.
Sumber : Openminds Edisi 03 Volume 1 April 2013
0 comments:
Post a Comment