• Kabar Terkini

    Nov 24, 2013

    Harmoni dalam Ukhuwah


        Terciptanya ukhuwah Islamiyah tentu menjadi dambaan setiap insan beriman. Kebersamaan yang pernah dilalui para shahabat tentu sangat diharapkan umat hari ini. Terlebih, retaknya hubungan antar umat Islam kian menyeruak ke permukaan. Perbedaan madzhab dan sudut pandang berfikir terkadang lebih dikedepan ketimbang jalinan ukhuwah Islamiyah. Opini yang berkembang lebih banyak berpihak pada fanatisme golongan. Sikap seperti inilah yang justru merangsang tumbuhnya parasit di tubuh umat Islam itu sendiri.
            Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah, dalam al-Ushûlus-Sittah, pada pokok yang kedua, mengatakan: "Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan agar (umat Islam) bersatu di dalam agama dan melarang berpecah belah di dalamnya. Allah ‘Azza wa Jalla telah menjelaskan hal ini dengan penjelasan yang sangat terang dan mudah dipahami oleh orang-orang awam. Allah ‘Azza wa Jalla melarang kita menjadi seperti orang-orang sebelum kita yang berpecah belah dan berselisih dalam urusan agama hingga mereka hancur karenanya."Allâh Azza wa Jalla telah memberitakan bahwa umat-umat zaman dahulu telah berpecah-belah, sebagaimana firman-Nya: “Dan mereka (ahli kitab) tidak berpecah belah, kecuali setelah datang pada mereka ilmu pengetahuan, karena kedengkian di antara mereka. Kalau tidaklah karena sesuatu ketetapan yang telah ada dari Tuhanmu dahulunya (untuk menangguhkan azab) sampai kepada waktu yang ditentukan, pastilah mereka telah dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang diwariskan kepada mereka Al-Kitab (Taurat dan Injil) sesudah mereka, benar-benar berada dalam keraguan yang menggoncangkan tentang kitab itu.” (Asy-Syura: 14) . Sementara Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberitakan bahwa sebagian umat ini pasti akan mengikuti perilaku umat-umat zaman dahulu, termasuk perbuatan mereka yang berselisih dan berpecah belah.
    Menggalang Solidaritas Ukhuwah
          Solidaritas ukhuwah hanya akan bisa terwujud dengan pondasi aqidah yang kokoh. Aspek aqidah shahihah inilah yang telah terbukti mampu menyatukan berbagai lapisan masyarakat pada zaman nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tak terkecuali usaha beliau dalam menyatukan kaum Muhajirin dan Anshar. Atau kisah perseteruan suku Auz dan Khazraj di daerah Yatsrib yang telah berseteru selama berpuluh-puluh tahun lamanya. Kisah yang diabadikan dalam QS. Al-Anfal : 63 ini sungguh menginspirasi bagi umat Islam hari ini tentang betapa agungnya nilai persatuan Islam.
            Asy-Syaikh As-Sa’dy rahimahullah menyatakan tentang ayat di atas: “Maka mereka pun berkumpul dan bersatu serta bertambah kekuatan mereka dengan sebab bergabungnya mereka. Dan hal ini tidaklah terjadi karena usaha salah seorang diantara mereka dan tidak pula oleh suatu kekuatan selain kekuatan dari Allah Subhanallahu wa Ta’ala. Maka kalau seandainya kamu menginfakkan seluruh harta yang ada di muka bumi dari emas dan perak serta selain keduanya dalam rangka untuk menyatukan mereka yang bercerai-berai dan saling berselisih, niscaya kamu tidak akan dapat mempersatukan hati-hati mereka. Karena tidaklah ada yang mampu untuk menyatukan hati-hati (manusia) kecuali hanya Allah Subhanallahu wa Ta’ala semata. ” (Tafsir As-Sa’dy, hal. 325).
            Oleh karena itu, para rasul dan khususnya Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam terlebih dahulu diperintahkan untuk menegakkan agama dan jangan bepecah-belah dalam menerima kebenaran, sebagaimana firman Allah, yang artinya:
    “Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan ‘Isa. Yaitu, tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah-belah tentangnya.” (QS. Asy-Syura: 13).
    Makna ayat di atas sangat sharih (jelas) untuk dipahami setiap orang, yakni larangan untuk berpecah belah .          Walaupun perpecahan atau perselisihan sudah menjadi suratan takdir, namun ketahuilah bahwa Allah tidak meridhainya. Maka melandaskan persaudaraan dan solidaritas di atas ‘aqidah yang shahih menjadi satu hajat yang harus ditunaikan oleh umat Islam dimana pun berada. Yang dengannya kita mudah menghancurkan dan meluluhkan segala bentuk kebatilan. Sedangkan persaudaraan yang tidak dibangun di atas aqidah shahihah, akan menyebabkan umat Islam hanya menjadi bulan-bulanan bangsa lain. Tak terkendali dan hanya mengekor kepada kaum kuffar.
    Ukhuwah Fillah
           Indahnya persaudaraan yang terikat dalam ikatan keimanan telah digambarkan oleh para shahabat Radhiyallahu ‘anhu. Dalam sebuah riwayat diceritakan:
    Diriwayatkan oleh Imam Malik dalam Al-Muwatha’ dari Abi Idris Al-Khaulany rahimahullah bahwa ia berkata: “Aku pernah masuk Masjid Damaskus. Tiba-tiba aku jumpai seorang pemuda yang murah senyum yang dikerumuni banyak orang. Jika Mereka berselisih tentang sesuatu maka mereka mengembalikan kepada pemuda tersebut dan meminta pendapatnya. Aku bertanya tentang dia, lalu dikatakan oleh mereka,’Ini Muadz bin Jabal.’ Keesokan harinya , pagi-pagi sekali aku datang ke masjid itu lagi dan kudapati dia telah berada disana tengah melakukan shalat. Kutunggu sampai dia selesai melakukan shalat kemudian aku temui dan kuucapkan salam kepadanya. Aku berkata,’Demi Allah aku mencintaimu. Lalu ia bertanya.’Apakah Allah tidak lebih kau cintai?’ Aku jawab,’Ya Allah aku cintai’. Lalu ia memegang ujung selendangku dan menariknya seraya berkata,’Bergembiralah karena sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berabda,”Allah berfirman, cinta-Ku pasti akan mereka peroleh bagi orang yang saling memadu cinta karena Aku, saling mengunjungi karena Aku, dan saling memberi karena Aku.”
               Subhanallah, indah nian ketika apa yang dicontohkan para shahabat di atas dapat diimplementasikan dalam kehidupan masyarakat Muslim hari ini, terlebih di tengah badai perpecahan yang sudah menggeliat.
    Berkenaan dengan ukhuwah, penulis pernah dinasehati oleh salah seorang ikhwah (saudara seiman), beliau mengatakan, ”Musuh kita sudah jelas, kenapa harus mencari musuh lagi?”. Maksudnya kurang lebih adalah, musuh kita telah jelas yakni dari golongan orang-orang kafir, lantas mengapa kita harus mencari musuh lagi di kalangan umat Islam? Yang notabene mereka adalah saudara seiman. Maka ketahuilah, tidaklah perpecahan terjadi melainkan akan semakin menambah jumlah permusuhan di antara umat Islam sendiri.  
    Harmonious Life
              Terciptanya kehidupan yang harmonis dalam bingkai ukhuwah Islamiyah tentu menjadi misi yang harus digoalkan demi kemashlahatan umat Islam itu sendiri. Banyak orang memandang persaudaraan identik dengan kumpulnya tubuh dalam satu organisasi atau tanzhim. Hal ini jelas keliru, sebab sebenarnya dasar persaudaraan iman adalah kesatuan hati kaum Muslimin, bukan berkumpulnya tubuh mereka.
    Hal ini pernah disinyalir oleh Syaikh Muhammad Al-‘Utsaimin rahimahullah yang menyatakan, “Persatuan hati adalah poros ukhuwah imaniyah (persaudaraan iman) bukan persatuan tubuh. Berapa banyak umat yang berkumpul tubuhnya namun hati mereka berpecah belah, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala tentang orang Yahudi: "Kamu kira mereka itu bersatu, sedang hati mereka berpecah belah".
    Sungguh tiada bermanfaat bagi siapa pun yang berkumpul namun hati mereka berpecah belah. Karena pada hakekatnya, persatuan atau berkumpulnya hati akan lebih terasa indah walaupun saling berjauhan. Sebaliknya, orang yang berkumpul namun tidak berlandaskan persatuan hati akan mudah terombang-ambing layaknya buih di lautan lepas. Jika kaum Musimin memahami kebaikan ini niscaya Allah akan menurunkan rahmat-Nya, namun jika tidak, segudang bencana perselisihan akan terus bergulir kian tak bertepi. Wallahu a’lam bish shawab.

    Referensi :
    (Tafsir Taisirul Karimir Rahman Tafsir Kalamil Manan, Syaikh Abdurrahman Nashir As-Sa’dy)
    Buletin Islam Al-Ilmu, Mahalnya Nilai Ukhuwah Islamiyah
    • Blogger Comments
    • Facebook Comments

    0 comments:

    Post a Comment

    Item Reviewed: Harmoni dalam Ukhuwah Rating: 5 Reviewed By: elzaqstore
    Scroll to Top