Pada masa ini,
kepedulian kita akan dipertanyakan kembali. Bukan kepedulian kita terhadap
lingkungan, sosial, politik atau budaya. Akan tetapi kepedulian kita terhadap
hal yang paling dekat dengan kita. Bunda kita, makhluk yang telah dengan susah
payah melahirkan dan membesarkan kita. Dengan telaten dan ikhlasnya Bunda kita
mencurahkan segala kasih sayang terhadap kita, untuk mendidik, membimbing dan
mengajarkan segala ilmu sebagai bekal hidup kita didunia ini.
Namun, apakah
yang sekarang kita lakukan terhadap ketulusan Bunda kita? Kita cenderung
menyia-nyiakan, mengabaikan keikhlasan Bunda kita. Berefleksi dari itu,
terdapat sebuah kisah berjudul “Gunung Pembuangan Nenek”, dimana dalam kisah
ini menceritakan sebuah gambaran seeorang anak zaman sekarang. Dalam kisah ini
diceritakan sebuah tradisi yang tidak manusiawi, yaitu tradisi membuang orang
tua yang hidupnya tidak mampu lagi untuk berbuat apa-apa ke dalam hutan di sebuah pegunungan. Dari itu tersirat sebuah
gambaran tentang sebuah pepatah atau kata mutiara “seorang Bunda merawat
anaknya untuk menunggunya dewasa, tetapi seorang anak merawat Bundanya untuk
menunggunya meninggal.”
Kasih sayang seorang Bunda akan terus mengalir sepanjang
masa, bahkan didetik-deetik akhir hayatnya seorang Bunda mampu menunjukkan
besarnya kasih sayang yang beliau miliki. Seperti cuplikan kisah “Gunung
Pembuangan Nenek”. Dalam kisah ini tersirat hal tersebut, ketika seorang anak
yang tengah meneruskan tradisi membuang Bundanya ke dalam hutan karena merasa
ibunya sudah tidak berdaya dan selalu merepotkan baginya. Akan tetapi setelah
anak Bunda ini tadi sampai ketempat dimana Bundanya harus ditinggal, ia merasa
kawatir. Bukan kawatir ia harus meninggalkan Bundanya yang sudah tidak berdaya
ini sendirian di hutan. Melainkan, ia kawatir karena ia tidak dapat pulang,
sebab ia tidak mengingat lagi jalan kembali yang telah dilaluinya tadi. Dengan
keikhlasan sang Bunda untuk ditinggalkan di dalam hutan sendirian ini, beliau
memberikan sebuah petunjuk yang telah ia buat untuk anaknya agar dapat kembali
pulang. Petunjuk itu adalah patahan ranting yang ia patahkan ketika sang anak
mengantarkan Bundanya kedalam hutan. Betapa tulus kasih sayang seorang Bunda
terhadap anaknya. Tidak terbayang hal tersebut dalam benak kita juga anak sang
Bunda tadi sehingga hal tersebut membuat sang anak sadar bahwa ia telah
melakukan suatu kesalahan.
Dari secuil kisah tadi, yang harusnya kita tangkap adalah
betapa besar, betapa luasnya kasih sayang seorang Bunda kepada anaknya, bahkan
dalam keadaan yang tidak memungkinkanpun seorang Bunda masih bisa
mengekspresikan kasih sayangnya kedalam bentuk-bentuk yang tidak terbayang oleh
kita sebagai seorang anak. Sekarang akan timbul sebuah pertanyaan yang harusnya
biasa akan tetapi dalam kondisi ini
menjadi luar biasa. “Seberapa seringkah kita menelfon atau memberi kabar kepada
Bunda kita?” sebuah pertanyaan enteng namun butuh direnungkan benar.
Ketidakpedulian kita terhadap Bunda kita mungkin tersirat dari sesuatu yang
malah berbau sepele. Perhatian-perhatian kita yang seharusnya kita curahkan
untuk Bunda kita sering kita curahkan kepada orang yang salah. Sekarang mulailah
difikirkan siapakah orang salah yang kita curahkan kasih sayang kita kepadanya.
Sekarang ambil alat komunikasi yang kau miliki. Apapun itu, apapun merknya, kapanpun
tahun pembuatannya, yang terpenting masih dapat digunakan untuk berkomunikasi. Mulailah
tekan beberapa digit yang akan menghubungkanmu kepada seseorang terkasih dalam
hidupmu. Sampaikan perasaanmu sekarang juga. Katakan “Bunda aku sayang engkau,
aku rindu engkau Bunda” atau bisa dalam bahasa kalian sendiri tapi buatlah
kata-kata itu lebih berkelas, terkhusus untuk Bundamu. Tanyakan bagaimana
keadaannya, bagaimana kondisinya, hari ini masak apa? apapun pertanyaan yang dapat mengungkapkan
kasih sayang kita sebagai seorang anak. Atau
untuk kalian yang tengah dekat dengan bunda kalian katakan langsung dihadapan
beliau, terkadang memang lebih sulit mengungkapkan perasaan kita secara
blak-blakan dihadapannya. GoodLuck...:-)
#Show
yourLove, Now
Berdasarkan acara “Bedah Buku Moga Bunda Disayang Allah”
Darwis Tere Liye by KIFS UNNES.
0 comments:
Post a Comment